• Jelajahi

    Copyright © Realita Sulut
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Tangani Kasus KDRT, Lawyer: Polresta Manado Tak Profesional

    , Kamis, Oktober 31, 2024 WIB Last Updated 2024-11-18T21:25:42Z
    masukkan script iklan disini

     


     

    Manado – Penanganan kasus tindak pidana KDRT yang ditangani oleh penyidik Polresta Manado dinilai tidak profesional. 

    Hal tersebut ditenggarai terkait penanganan kasus yang dilaporkan seorang ibu rumah tangga yang diduga mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari seoramg pria yang dahulunya merupakan suami korban. 

    Diceritakan korban, pada tanggal 23 April 2024 lalu, ia merasa mendapatkan ancaman akan dibunuh dari mantan suami dan mengurungnya di dalam rumah. 

    Merasa tak terima, korban menghubungi call center 112 dan juga ayahnya, untuk mengadukan apa yang dialaminya. 

    Tak berselang lama, personel Buser Polresta Manado menjemput korban dan membawanya ke kantor untuk membuat laporan, namun pihak Poresta tidak membuatkan LP melainkan hanya pengaduan dengan nomor pengaduan 594/IV/2024/SPKT/POLRESTA MANADO. 

    Pada tanggal 15 Juli 2024, korban terkejut karena menerima SP2HP dari penyidik Polresta Manado yang isinya adalah menghentikan penyelidikan sebab perkara yang dilaporkan belum terpenuhi unsur pidananya.  

    “Pihak PPA Polresta  mengacu pada keterangan Psikolog dari Polda yang mengatakan tidak ada tindak pidana KDRT Psikis. Padahal, di tanggal 13 Mei 2024 pihak Polresta Manado telah  menyurat ke UPTD Kota Manado perihal  permintaan pemeriksaan Psikolog klinis dari UPTD PPA Kota Manado dan hasil pemeriksaan mengatakan diduga ada tindak pidana KDRT,” kata kuasa hokum Citra Tangkudung. S.H. 

    Lebih lanjut, Tangkudung menekankan, Penyidik tidak bisa menggunakan hasil dari psikolog Polda untuk menghentikan perkara dikarenakan, pada pasal 24 ayat 3a UU TPKS menyebutkan yang termasuk dalam alat bukti surat yaitu, surat keterangan psikolog klinis dan/psikeater/dokter spesialis kedokteran jiwa.  

     

    Setelah mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tentang penghentian perkara, korban bersama kuasa hukumnya mengadu ke bagian Inspektorat Pengawasan Daerah (ITWASDA) Polda Sulut untuk mempertanyakan terkait pemberhentian perkara tersebut. 

    Dari hasil pertemuan ini, ITWASDA memerintahkan untuk membuka kembali perkara tersebut. 

    Selanjtnya Kuasa Hukum mempertanyakan penanganan kasus yang terkesan lambat. 

    Harusnya menjadi petunjuk bagi polisi,bahwa hal ini korban  bukan kali pertama mendapat KDRT dari mantan suaminya itu.

    Perlu diketahui korban baru melakukanb Visum Psikriatikum padahal Laporan KDRT di bulan April 2024,Penyidik terkesan Delay in Justice. 

    Diketahui, sebelum korban membuat laporan KDRT kekerasan psikis di Bulan Desember 2022 lalu, korban sudah pernah melaporkan mantan suaminya di Polresta Manado terkait tindak pidana KDRT kekerasan fisik, namun suami telah berjanji untuk tidak akan melakukan kekerasan psikis dan fisik akhirnya korban mencabut laporan dengan membuat surat pernyataan damai. 

    Dari pernyataan damai ini,  jika mantan suami mengulang perbuatan tersebut, maka korban berhak untuk membuat laporan Polisi.  

    Menurut pengakuan korban setelah mencabut laporan polisi, mantan suami korban  masih mencaci makinya dan mengeluarkan ancaman sehingga membuat psikis korban menjadi terganggu. Bahkan ada ancaman akan membunuh korban. 

    Korban dilarang bertemu dengan orang tua dan sanak saudara korban, sehingga korban merasa  kemerdekaannya sudah direnggut oleh suami, seperti tidak bisa beraktifitas di luar rumah, saat korban berada di rumah, pintu dan pagar di kunci dari luar,  dan saat dia berada di gudang (tempat usaha dari keluarga mantan suami), korban pun dikunci dari luar gudang.  

    Dia pun saat ini menjadi terlapor dalam laporan aduan Nomor 1350/VII/2024/SPKT/ Polresta Manado/ Polda Sulut tertanggal 17 Agustus 2024 tentang dugaan tindak pidana pencemaran nama baik yang dilaporkan mantan suaminya itu. 

    Dan yang dimasudkan dalam laporan tersebut adalah sebuah pernyataan  di media online Manado bahwa korban mengatakan disekap oleh mantan suaminya, padahal korban tidak pernah mengatakan bahwa dirinya di sekap. 

    Yang dia katakan, bahwa dirinya dikunci, dikurung, tidak bisa beraktifitas di luar rumah, ditekan dan diancam oleh mantan suaminya, serta dirinya tidak bisa bertemu dengan keluarga sendiri selama setahun lebih. 

    “Patut dipertanyakan apakah korban tidak bisa menyuarakan apa yang dialaminya di media sosial? sehingga yang tadinya dia menjadi korban dalam tindak pidana KDRT Kekerasan Psikis, sekarang menjadi terlapor dalam perkara pencemaran nama baik. Dalam hal ini, nampak ada upaya kriminalisasi terhadap korban. Dikarenakan laporan kekerasan psikis yang dilakukan oleh IM masih sementara berproses. Kemudian terkait video yang beredar di media sosial, itu adalah hasil rekaman dari pihak kepolisian dan di upload di akun Motor Itang” tutur Citra prihatin. 

    Terakhir, Tangkudung mengungkapkan soal bukti chatingan saling komunikasi antara korban dengan mantan suamnya adalah semata-mata upaya untuk bertemu dengan anaknya.

    Korban selama ini sangat susah bertemu dengan anaknya sendiri, mantan suaminya seakan-akan ingin menjauhkan korban dengan anaknya yang masih berumur 3 tahun tersebut.

    Perlu diketahui putusan pengadilan negeri Manado menyebutkan bahwa hak asuh anak jatuh kepada korban yang notabenenya adalah ibu dari anak tersebut. (Red)

     


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    MedSos Viral

    +