PILKADA - Sulawesi Utara (Sulut) dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.
Toleransi beda agama, suku, ras dan golongan, sangat melekat di keseharian masyarakat Sulut.
Sayangnya, salah satu momentum yang dapat merusak predikat daerah toleran ini, yakni menjelang pelaksanaan Pilkada.
Isu SARA sering dijadikan alat demi kepentingan politik.
Politik menghalalkan segala cara menjadi sumbu perpecahan di Sulut, menjelang Pilkada seperti saat ini.
Perbedaan agama, suku dan budaya masing-masing kandidat, dibanding-bandingkan oleh para pendukung.
Apalagi dengan mudahnya membuat akun medsos, dan saling hujat, akan menjadi pemicu konflik.
Medsos saat ini menjadi sarana yang digunakan oknum-oknum tertentu, untuk menyerang kandidat lain.
Contoh nyata dari ancaman ini dapat terlihat pada Pilkada DKI Jakarta 2017, di mana isu agama, suku dan ras digunakan secara masif untuk mempengaruhi pilihan pemilih.
Para oknum penggunaan politik SARA dapat membawa dampak negatif yang signifikan.
Pertama, hal ini dapat memecah belah masyarakat dan merusak kerukunan sosial.
Kedua, politik SARA dapat meningkatkan ketegangan dan konflik antar kelompok yang bisa berujung pada kekerasan.
Ketiga, penggunaan isu SARA dalam politik juga dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu yang lebih substansial seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Langkah antisipasi perlu dilakukan, agar Pilkada Gubernur, Walikota dan Bupati terlaksana dengan aman serta lancar.
Perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya politik SARA dan pentingnya menjaga toleransi serta kerukunan antar-golongan.
Untuk memberikan efek jera, penegakkan hukum harus tegas terhadap pelaku politik SARA, termasuk kampanye hitam dan ujaran kebencian.
Ayo bersama kita sukseskan Pilkada 2024 dengan penuh sukacita.
Penulis: REDAKSI